Pengertian Pajak Penghasilan dan Cara Perhitungannya

  • Post author:
  • Post category:Blogs

Pengertian Pajak Penghasilan 

Pajak penghasilan atau yang disebut dengan PPH merupakan salah satu jenis pungutan pajak oleh pemerintah Indonesia pada suatu individu dan badan usaha atas penghasilan yang diperoleh. Penghasilan tersebut berasal berbagai sumber yang dikenakan secara menyeluruh seperti pekerjaan, usaha, investasi, dan hasil kekayaan lainnya. Dalam sistem keuangan negara, pajak penghasilan memiliki peran penting sebagai sumber pendapatan utama bagi pemerintah. Fungsi dari perpajakan ini digunakan untuk membiayai berbagai program pemerintah terkait dengan pembangunan dan pelayanan publik berupa infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. 

Pembayaran PPH merupakan sebuah kewajiban bagi setiap warga negara dan badan usaha yang telah berpenghasilan dan memenuhi syarat sebagai wajib pajak. Hal ini menjadi sebuah bentuk bahwa suatu entitas wajib pajak mendukung dan berkontribusi bagi kemajuan negara. Sehingga, sebagai warga Indonesia, melaporkan dan membayarkan pajak merupakan suatu hal yang baik dan bertanggung jawab. Namun, siapa sajakah pihak-pihak yang wajib melakukan pembayaran pajak? 

Pihak-Pihak Yang Wajib Melakukan Pembayaran PPH 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, PPH terbagi menjadi dua kategori utama yang wajib untuk melakukan pembayaran pajak, yaitu orang pribadi dan badan usaha. Dalam memenuhi kebutuhan perpajakan tersebut, wajib pajak penghasilan merupakan pihak-pihak yang diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan atau memotong, serta melaporkan pajak penghasilan pada otoritas perpajakan yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Untuk memahami subjek pajak secara lebih luas dan lengkap, berikut penjelasannya. 

  • Wajib Pajak Orang Pribadi 

Kewajiban pajak orang pribadi atau perorangan merupakan seseorang yang telah memenuhi syarat dan ketentuan sebagai perorangan yang wajib membayarkan tanggungan pajak. Dalam identitas kependudukan, wajib pajak orang pribadi dibedakan menjadi dua, yaitu wajib pajak sebagai warga negara indonesia yang berpenghasilan baik dari perolehan kekayaan di dalam negeri maupun luar negeri, dan warga negara asing yang memiliki penghasilan di indonesia dan atau yang secara permanen tinggal. Selain itu, kewajiban pajak ini juga ditanggungkan pada seorang yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), namun menerima sebuah penghasilan di Indonesia, seperti hadiah, penghargaan, dan lain sebagainya. 

  • Wajib Pajak Badan Usaha 

Suatu badan usaha merupakan subjek wajib pajak yang harus memenuhi laporan dan pembayaran pajak pada otoritas perpajakan. Badan usaha diwajibkan untuk membayar pajak penghasilan sebagai bentuk kontribusi pembangunan nasional, menjaga keadilan dan keseimbangan, mendukung stabilitas ekonomi, serta mendapatkan berbagai hak atas layanan publik. Dengan membayarkan wajib pajak, suatu badan usaha membayarkan berbagai sumber penghasilan baik bersumber di dalam negeri maupun penghasilan dari luar negeri. Untuk badan usaha ini bisa berbentuk perusahaan (PT, CV, UD, dll), koperasi, persekutuan, yayasan, dan lembaga lainnya yang didirikan dan atau berkedudukan di Indonesia. 

Apa Saja Transaksi Yang Terkena Pajak? 

Dalam memenuhi kebutuhan wajib pajak ada beberapa jenis transaksi yang dikenakan dalam pajak penghasilan. Transaksi tersebut memiliki jumlah dan jenis pelaporan yang berbeda dalam setiap jenis data dan profil. Dari penghasilan perorangan pribadi maupun suatu bidang bisnis, memiliki bentuk perolehan pajak yang berbeda. 

  • Pada Pajak Orang Pribadi atau Individu 

Pada pajak individu, pajak penghasilan dikenakan dari berbagai jenis perolehan terkait dengan penghasilan yang didapatkan pada orang tersebut. Penghasilan tersebut dikategorikan menjadi berbagai jenis penghasilan yaitu ; penghasilan pekerjaan yang merupakan pembayaran dengan hasil kerja berupa gaji, upah, tunjangan, dan lainnya, penghasilan dari usaha yang merupakan keuntungan dari usaha yang dilakukan baik dari perdagangan jasa dan produk secara menyeluruh, penghasilan dari kepemilikan harta yang diperoleh dari kepemilikan harta, serta penghasilan lain seperti hadiah, warisan, dan lainnya. 

Dalam tarif pph orang pribadi, juga memiliki jenis biaya progresif yang dikenakan pada setiap wajib pajak. Hal tersebut memiliki arti bahwa semakin besar penghasilan yang diterima, maka akan semakin tinggi pula tarif pajaknya. Sehingga, masyarakat juga perlu mengetahui secara lebih spesifik terkait dengan perhitungan tarif pajak untuk mempersiapkan penyajian perpajakan secara matang. Seperti yang dikutip dari https://www.ppak.co.id, bahwa tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut : 

  1. PKP sampai dengan 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) yaitu sebesar 5 % (lima persen)
  2. PKP diatas Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) – Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) yaitu sebesar 15% (lima belas persen)
  3. PKP diatas Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) – Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)  yaitu sebesar 25% (dua puluh lima persen)
  4. PKP diatas Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) – Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) yaitu sebesar 30% (tiga puluh persen)
  5. PKP diatas Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) , yaitu sebesar 35% (tiga puluh lima persen) 

Untuk metode pembayarannya, terdapat dua jenis metode yang akan dikenakan pada wajib pajak yaitu setiap perolehan hasil pajak akan dipotong oleh pihak pemberi penghasilan (pemotong pajak) dan diserahkan pada kas negara yang disebut dengan istilah Potongan Pajak (Ptkp). Dan metode yang kedua ialah Setoran Pajak Mandiri (SPT) yang dilakukan dengan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan perpajakan personal ke kas negara atau otoritas pajak berwenang. berikut referensi penjelasan dari Penghasilan Kena Pajak (PKP) 

https://www.ppak.co.id/artikel/ketentuan-baru-pajak-penghasilan-wajib-pajak-orang-pribadi-dan-badan

  • Pada Badan Usaha 

Dalam perhitungan pajak badan, prinsip penghasilan kena pajak didasarkan pada laba bersih perusahaan setelah dikurangi biaya-biaya yang diperbolehkan untuk dikurangkan. Dengan kata lain, pada dasarnya perhitungan pajak badan adalah total pendapatan setahun dikurangi keseluruhan biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta biaya penyusutan. Sehingga, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam regulasi hasil pajak penghasilan pada suatu bidang usaha. Berikut beberapa langkah dasar untuk menghitung pajak badan usaha secara tepat. 

  1. Menghitung Penghasilan Bruto Untuk mendapatkan hasil pajak yang sesuai, menghitung penghasilan bruto menjadi bentuk langkah awal bagi para badan usaha. Penghasilan bruto sendiri merupakan total pendapatan dari seluruh transaksi dan atau kegiatan bidang usaha tersebut dalam kurun waktu satu tahun pajak. Dalam mendapatkan hasil bruto, pendapatan ini diperoleh dari keseluruhan kegiatan bisnis yang telah berjalan dengan berbagai sumber seperti penjualan produk, jasa, sewa, bunga, dan dividen. Dengan memperoleh hasil total pendapatan, perolehan pajak penghasilan akan semakin mudah didapatkan. 
  2. Menghitung Biaya Yang Diperbolehkan DikurangiPerhitungan yang perlu diperhatikan secara khusus selanjutnya adalah perhitungan biaya yang diperbolehkan dikurangi. Biaya yang dimaksudkan dalam perhitungan ini, ialah keseluruhan biaya yang berhubungan dengan kegiatan usaha baik secara langsung maupun tidak langsung dan telah dibuktikan dengan dokumen yang sah. Dengan kata lain, penghasilan kena pajak akan diperoleh dari pengurangan penghasilan bruto terhadap biaya yang boleh dikurangi tersebut. Dalam menghitung biaya ini, pengurangan dapat dilakukan pada biaya gaji dan tunjangan, biaya sewa, biaya penyusutan aset, biaya iklan dan promosi, dan biaya pajak penghasilan karyawan.
  3. Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) Dalam perhitungan ini, pajak badan memiliki tiga kategori dalam tarif pajak penghasilan dari sebuah bidang usaha dan bisnis. Hal ini tergantung dari keseluruhan hasil perolehan yang didapatkan melalui omzet. Omzet sendiri adalah jumlah atau total keseluruhan nilai jual barang maupun jasa yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam periode tahunan. Dari sebuah omzet yang merupakan jumlah pendapatan tanpa dikurangi dari biaya yang dikeluarkan, perhitungan pph akan dilakukan secara progresif. Untuk mengetahui hal tersebut secara lebih spesifik, wajib pajak badan harus memiliki perhitungan dan perencanaan yang matang. Strategi penyusunan pajak menjadi sebuah hal penting yang harus ditangani secara detail dan profesional. Namun, bagaimana ketentuan perhitungan pph wajib badan usaha? berikut klasifikasinya menurut https://jdih.kemenkeu.go.id/ Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 4.0 Tahun 2023 Tentang Bentuk Dan Tata Cara Penyampaian Laporan Serta Daftar Wajib Pajak Dalam Rangka Pemenuhan Persyaratan Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
    • Omzet kurang dari 4,8 Miliar Dalam memenuhi kebutuhan kewajiban pajak badan usaha, suatu badan usaha dengan total pendapatan kurang dari 4,8 miliar akan dikenakan tarif 50% dengan sistem kombinasi tarif yang memiliki perhitungan pph final 25% dan pph non final 25%. Dengan kata lain, tarif pajak yang akan dikenal adalah 50% dari penghasilan kena pajak (PKP). Untuk tarif pph final sendiri memiliki artian bahwa pajak penghasilan memiliki sifat final atau mutlak yang tidak dapat dikreditkan kembali. Dalam pembayarannya, pph final akan dibayarkan 50% pada saat masa PPH Pasal 42 disetorkan dan 50% sisanya dibayarkan pada SPT Tahunan PPH. Sedangkan, pada pph non final dihitung sebesar 25% dari PKP yang belum termasuk dalam pph final. Jenis pph non final dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan lainnya yang telah dibayarkan. Apabila terdapat pph non final terutang maka akan dibayarkan secara bulanan SPT Masa PPH pasal 29. 
    • Omzet Antara Rp. 4,8 Miliar dan Rp. 50 MiliarDalam perhitungan ini seluruh pajak yang dibayarkan merupakan pajak penghasilan non final dengan tarif 25%. Hal tersebut bermaksud untuk mendukung pertumbuhan usaha yang dapat meringankan beban pajak bagi usaha menengah yang sedang berkembang. Sehingga diharapkan akan lebih banyak dana yang dapat diinvestasikan kembali untuk pengembangan usaha dan penciptaan lapangan kerja. Tarif 25% ini dianggap lebih adil dibandingkan dengan tarif pph final 50%, dikarenakan usaha dengan omzet yang lebih besar memiliki kemampuan finansial lebih kuat dalam pembayaran pajak. Dengan tarif 25% pph non final tersebut, akan memudahkan perhitungan wajib pajak dengan tidak perlu lagi membedakan antara pph final dan pph non final. Dengan begitu, hal ini akan meningkatkan penerimaan pajak secara keseluruhan dan mendorong kepatuhan wajib pajak. 
    • Omzet Lebih Dari Rp. 50 MiliarPada kategori pendapatan total atau omzet lebih dari 50 Miliar, pemerintah Indonesia menerapkan tarif pph non final 22%. Tarif pajak tersebut dikenakan untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak secara keseluruhan dalam membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik. Tarif 22% pph non final diharapkan dapat memudahkan wajib pajak badan dengan omset besar dengan menyederhanakan efisiensi. Hal ini, juga menjadi upaya untuk mendorong lebih banyak investasi dengan seluruh pajak yang dibayarkan merupakan pph non final. yang mana tidak ada pph final yang dikenakan pada kategori omzet ini.  Untuk mengetahui lebih jelas dalam perhitungan pajak , anda bisa menonton salah satu referensi video youtube berikut https://www.youtube.com/watch?v=GgUAa-dfdUY&themeRefresh=1